PENDAHULUAN
Etika sangat penting bagi pengembangan ilmu, apapun disiplinnya. Tanpa mempertimbangkan tujuan untuk kehidupan kemanusiaan dan keberlangsungan lingkungan hidup baik hayati maupun non hayati adalah pembunuhan diri eksistensi manusia. Etika merupakan salah satu bagian dari teori tentang nilai atau yang dikenal dengan aksiologi. Aksiologi itu sendiri ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, yang umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan. Di dunia ini terdapat banyak cabang pengetahuan yang bersangkutan dengan masalah-masalah nilai yang khusus seperti ekonomi, estetika, etika, filsafat agama dan epistimologi.
Diberbagai media massa banyak membicarakan tentang teroris yang melakukan serangkaian pemboman di berbagai tempat di Indonesia. Di balik bom teroris tersebut ternyata menyisakan suatu masalah bahwa pemahaman keagamaan yang tidak didialogkan dengan permasalahan-permasalahan yang sudah ada sebelumya dan tidak dikomunikasikan dengan ilmuwan agama lainnya ternyata bisa menimbulkan korban manusia-manusia tak bersalah. Contoh diatas merupakan salah satu problem etika dalam ilmu. Dalam makalah ini saya akan sedikit menjelaskan tentang :
a. Apakah problem etika dalam
ilmu?
b. Apakah ilmu itu bebas
nilai atau tidak bebas nilai?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Etika ilmu: Problem Nilai dalam Ilmu
Etika merupakan salah satu bagian dari teori tentang nilai atau yang dikenal dengan aksiologi. Etika mencakup persoalan-persoalan tentang hakikat kewajiban moral, prinsip-prinsip moral dasar, apa yang harus manusia ikuti dan apa yang baik bagi manusia. Etika adalah pembahasan mengenai baik (good), buruk (bad), semestinya (ought to), benar (right), dan salah (wrong). Yang paling menonjol adalah tentang baik atau good dan teori tentang kewajiban (obligation). Keduanya bertalian dengan hati nurani. Bernaung di bawah filsafat moral. Etika merupakan tatanan konsep yang melahirkan kewajiban itu, dengan argument bahwa kalau sesuatu tidak dijalankan berarti akan mendatangkan bencana atau atau keburukan bagi manusia. Oleh karena itu, etika pada dasarnya adalah seperangkat kewajiban-kewajiban tentang kebaikan (good) yang pelaksanaanya tidak ditunjuk.
Penerapan dari ilmu membutuhkan dimensi etis sebagai pertimbangan dan kadang-kadang mempunyai pengaruh pada proses perkembangan ilmu. Tanggung jawab etis, merupakan hal yang paling menyangkut kegiatan maupun penggunaan ilmu. Dalam hal ini berarti ilmuwan dalam mengembangkan ilmu harus memperhatikan kodrat dan martabat manusia, manjaga keseimbangan ekosistem, bertanggung jawab pada kepentingan umum, dan generasi yang akan datang, serta bersifat universal, karena hakikat ilmu adalah untuk mengembangkan dan memperkokoh eksistensi manusia bukan untuk menghancurkan eksistensi manusia.
Tanggung jawab etis tidak hanya menyangkut mengupayakan penerapan ilmu secara tepat dalam kehidupan manusia. Akan tetapi, menyadari juga apa yang seharusnya di kerjakan atau tidak dikerjakan untuk memperkokoh kedudukan serta martabat manusia, baik dalam hubungannya sebagai pribadi, dengan lingkungannya maupun sebagai makhluk yang bertanggung jawab terhadap khaliknya.
Jadi tugas terpenting ilmu adalah menyediakan bantuan agar manusia dapat sungguh-sungguh mencapai pengertian tentang martabat dirinya. Ilmu bukan saja sarana untuk mengembangkan diri manusia, tetapi juga mrupakan hasil perkembangan dan kreatifitas manusia itu sendiri.
Dalam diskusi tentang ilmu dan etika muncul perdebatan yang panjang antara pandangan yang memegangi bahwa ilmu adalah bebas nilali dan pandangan yang mengatakan bahwa ilmu itu tidak bebas nilai. Berikut ini di jelaskan maksud kedua pandangan tersebut.
2. Ilmu: Bebas nilai atau Tidak Bebas Nilai
a. Bebas Nilai
Aliran ini memandang bahwa ilmu itu harus bersifat netral, bebas dari nilai-nilai ontologi dan aksiologi. Dalam hal ini, fungsi ilmuwan adalah menemukan pengetahuan selanjutnya terserah kepada orang lain untuk mempergunakan untuk tujuan baik atau buruk. Kelompok pertama ini ingin melanjutkan tradisi kenetralannya secara total seperti pada waktu Galileo. Menurut aliran ilmu bebas nilai atau value free pembatasan-pembatasan etis hanya kan membatasi eksplorasi pengembangan ilmu. Bebas nilai sebagaimana Situmorang menyatakan bahwa bebas nilai artinya tuntutan terhadap setiap kegiatan ilmiah agar di dasarkan pada hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri. Menurutnya ada tiga factor sebagai indikator bahwa pengetahuan itu bebas nilai, yaitu sebagai berikut:
Ø Ilmu harus bebas dari pengandaian, yakni bebas dari pengaruh eksternal seperti factor politis, idiologis, agama, budaya, dan unsure kemasyarakatan lainnya
Ø Perlunya kebebasan ilmiah agar otonomi ilmu pengetahuan terjamin. Kebebasan itu menyangkut kemungkinan yang tersedia dan penentuan diri
Ø Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering di tuding menghambat kemajuan ilmu, karean nilai etis itu sendiri bersifat universal
Dalam pandangan ilmu bebas nilai, eksplorasi alam tanpa batas bisa jadi di benarkan untuk kepentingan ilmu itu sendiri, seperti juga ekspresi seni yang menonjolkan pornoaksi dan pornografi adalah sesuatu yang wajar karena ekspresi tersebut semata-mata untuk seni.
b. Tidak Bebas Nilai
Berbeda dengan ilmu yang bebas nilai, ilmu yang tidak bebas nilai memandang bahwa ilmu itu selalu terkait denagn nilai dan harus di kembangkan dengan pertimbangan aspek nilai. Pengembangan ilmu jelas tidak mungkin bisa terlepas dari nilai-nilai, kepentingan-kepentingan, baik politis, ekonomis, sosial, religious, dsb.
Jurgen habermas berpendapat bahwa ilmu bahkan ilmu alam sekalipun tidaklah mungkin bebas nilai karena pengembangan setiap ilmu selalu ada kepentingan-kepentingan. Dia membedakan tiga ilmu dengan kepentingan masing-masing
Ø Ilmu-ilmu alam yang bekerja secara empiris dan analitis, ilmu ini menyelidiki gejala-gejala alam yang bekerja secar aempiris dan menyajikan hasil penyelidikan itu untuk kepentingan-kepentingan manusia.
Ø Pengetahuan yang mempunyai pola yang sangant berlainan sebab tidak menyelidiki sesuatu dan tidak menghasilkan sesuatu, melainkan memahami manusia sebagai sesamanya, memperlancar hubungan sosial.
Ø Teori kritis yang membongkar penindasan dan mendewasakan manusia pada otonomi dirinya sendiri.
Jelas sekali dalam pandangan habermas bahwa ilmu itu sendiri di kontruksi untuk kepentingan-kepentingan tertentu, yakni nilai relasional antara manusia denagn alam, manusia denagn manusia, dan nilai penghormatan terhadap manusia.
Problem ilmu bebas nilai atau tidak bebas nilai sebenarnya menunjukkan suatu hubungan antara ilmu dan etika. Dapat pendapat yang mengatakan bahwa ada tiga pandangan tentang hubungan ilmu dan etika.
Pendapat pertama, mengatakan bahwa ilmu merupakan suatu system yang saling berhubungan dan konsisten dari ungkapan-ungkapan yang sifat bermakna atau tidak maknanya dapat ditentukan. Ilmu dipandang semata-mata sebagai aktivitas ilmiah, logis, dan berbicara tentang fakta semata.
Pendapat kedua, menyatakan bahwa etika dapat berperan dalam tingkah laku ilmuwan, seperti pada bidang penyelidikan, putusan-putusan mengenai baik tidaknya penyingkapan hasil-hasil dan petunjuk mengenai penerapan ilmu, tetapi tidak dapat berpengaruh pada ilmu itu sendiri. Dengan kata lian memang ada tanggung jawab dalam diri ilmuwan, namun dalam struktur logis ilmu itu sendiri tidak ada petunjuk etis yang dipertanggung jawabkan.
Pendapat ketiga, menyatakan bahwa aktivitas ilmiah tidak dapat dilepaskan begitu saja dari aspek-aspek kemanusiaan, sebab tujuan utama iolmu adalah untuk kemaslahatan umat manusia.
Berlainan dengan etika ilmu lebih menekankan pentingnya obyektivitas kebenaran, bukan nilai. Yang terpenting dalam ilmu bukanlah nilai melainkan kebenaran. Namuan demikian dalam aspek penggunaan atau penerapan ilmu untuk kepentingan kehidupan manusia dan ekologi, etika memiliki peran yang sangant menentukan tidak hanya bagi pengembangan ilmu selanjutnya tetapi juga bagi keberlangsungan eksistensi manusia.
Etika dengan demikian lebih merupakan suatu dimensi pertanggung jawabab moral dari ilmu. Apabila diperhatikan dengan seksama. Sebenarnya berpihaknya ilmu pada etika bukan berarti menghambat laju pengembangan ilmu. Karena pertanggungjawaban etis dari ilmu lebih bermakna pada keberlangsungan eksistensi manusia. Jika hal ini terjadi ancaman eksistensi manusia dan kerusakan ekologi bisa mudah terjadi dan oleh karenanya pengembangan ilmu juga akan terganggu.
3. Problematika Etika dan Tanggungjawab Ilmu Pengetahuan
Kenyataan bahwa ilmu pengetahuan tidak boleh terpengaruh oleh nilai-nilai yang letaknya di luar ilmu pengetahuan , dapat diungkapkan juga dengan rumusan singkat bahwa ilmu pengetahuan itu seharusnya bebas . Namun demikian jelaslah kiranya bahwa kebebasan yang dituntut ilmu pengetahuan sekali-kali tidak sama dengan ketidakterikatan mutlak. Patutlah kita menyelidiki lebih lajut bagaimana kebebasan ini.
Bila kata “kebebasan” dipakai, yang dimaksudkan adalah dua hal: kemungkinan untuk memilih dan kemampuan atau hak subjek bersangkutan untuk memilih sendiri. Supaya terdapat kebebasan, harus ada penentuan sendiri dan bukan penentuan dari luar.
Etika memang tidak masuk dalam kawasan ilmu pengetahuan yang bersifat otonom, tetapi tidak dapat disangkal ia berperan dalam perbincangan ilmu pengetahuan.
Tanggungjawab etis, merupakan hal yang menyangkut kegiatan maupun penggunaan ilmu pengetahuan. Dalam kaitan hal ini terjadi keharusan untuk memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem, bertanggungjawab pada kepentingan umum, kepentingan pada generasi mendatang, dan bersifat universal . Karena pada dasarnya ilmu pengetahuan adalah untuk mengembangkan dan memperkokoh eksistensi manusia bukan untuk menghancurkan eksistensi manusia.
Tanggungjawab etis ini bukanlah berkehendak mencampuri atau bahkan “menghancurkan” otonomi ilmu pengetahuan, tetapi bahkan dapat sebagai umpan balik bagi pengembangan ilmu pengetahuan itu sendiri, yang sekaligus akan memperkokoh eksistensi manusia.
Pada prinsipnya ilmu pengetahuan tidak dapat dan tidak perlu di cegah perkembangannya, karena sudah jamaknya manusia ingin lebih baik, lebih nyaman, lebih lama dalam menikmati hidupnya. Apalagi kalau melihat kenyataan bahwa manusia sekarang hidup dalam kondisi sosio-tekhnik yang semakin kompleks. Khususnya ilmu pengetahuan – berbentuk tekhnologi – pada masa sekarang tidak lagi sekedar memenuhi kebutuhan manusia, tetapi sudah sampai ketaraf memenuhi keinginan manusia. Sehingga seolah-olah sekarang ini tekhnologilah yang menguasai manusia bukan sebaliknya
BAB III
PENUTUP
Berbicara etika sama artinya dengan berbicara tentang moral atau susila, mempelajari kaidah-kaidah yang membimbing kelakuan manusia sehingga baik dan lurus. Penilaian moral diukur dari sikap manusia sebagai pelakuknya, timbul pula perbedaan penafsiran. Dari makalah yang telah saya jelaskan tadi kita dapat mengetahui bahwa etika itu sangat penting bagi pengembangan ilmu.
Karena ilmu itu diciptakan kemaslahatan umat manusia, ketika pengembangan ilmu tidak dibarengi dengan etika maka bayangkanlah risiko bahwa ilmu akan terkutuk menjadi perkakas yang berbahaya, yang bergiat demi penghambaannya kepada jenderal-jenderal yang gila perang dan gembong-gembong kekaisaran industri yang rakus. Etika merupakan cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku atau perbuatan manusia dalam hubungannya dengan baik buruk.
Dengan belajar etika diharapkan kita dapat mengetahui dan memahami tingkah laku apa yang baik menurut suatu teori-teori tertentu, dan sikap yang baik sesuatu dengan kaidah etika.
1. Etika ilmu: Problem Nilai dalam Ilmu
Etika merupakan salah satu bagian dari teori tentang nilai atau yang dikenal dengan aksiologi. Etika mencakup persoalan-persoalan tentang hakikat kewajiban moral, prinsip-prinsip moral dasar, apa yang harus manusia ikuti dan apa yang baik bagi manusia. Etika adalah pembahasan mengenai baik (good), buruk (bad), semestinya (ought to), benar (right), dan salah (wrong). Yang paling menonjol adalah tentang baik atau good dan teori tentang kewajiban (obligation). Keduanya bertalian dengan hati nurani. Bernaung di bawah filsafat moral. Etika merupakan tatanan konsep yang melahirkan kewajiban itu, dengan argument bahwa kalau sesuatu tidak dijalankan berarti akan mendatangkan bencana atau atau keburukan bagi manusia. Oleh karena itu, etika pada dasarnya adalah seperangkat kewajiban-kewajiban tentang kebaikan (good) yang pelaksanaanya tidak ditunjuk.
Penerapan dari ilmu membutuhkan dimensi etis sebagai pertimbangan dan kadang-kadang mempunyai pengaruh pada proses perkembangan ilmu. Tanggung jawab etis, merupakan hal yang paling menyangkut kegiatan maupun penggunaan ilmu. Dalam hal ini berarti ilmuwan dalam mengembangkan ilmu harus memperhatikan kodrat dan martabat manusia, manjaga keseimbangan ekosistem, bertanggung jawab pada kepentingan umum, dan generasi yang akan datang, serta bersifat universal, karena hakikat ilmu adalah untuk mengembangkan dan memperkokoh eksistensi manusia bukan untuk menghancurkan eksistensi manusia.
Tanggung jawab etis tidak hanya menyangkut mengupayakan penerapan ilmu secara tepat dalam kehidupan manusia. Akan tetapi, menyadari juga apa yang seharusnya di kerjakan atau tidak dikerjakan untuk memperkokoh kedudukan serta martabat manusia, baik dalam hubungannya sebagai pribadi, dengan lingkungannya maupun sebagai makhluk yang bertanggung jawab terhadap khaliknya.
Jadi tugas terpenting ilmu adalah menyediakan bantuan agar manusia dapat sungguh-sungguh mencapai pengertian tentang martabat dirinya. Ilmu bukan saja sarana untuk mengembangkan diri manusia, tetapi juga mrupakan hasil perkembangan dan kreatifitas manusia itu sendiri.
Dalam diskusi tentang ilmu dan etika muncul perdebatan yang panjang antara pandangan yang memegangi bahwa ilmu adalah bebas nilali dan pandangan yang mengatakan bahwa ilmu itu tidak bebas nilai. Berikut ini di jelaskan maksud kedua pandangan tersebut.
2. Ilmu: Bebas nilai atau Tidak Bebas Nilai
a. Bebas Nilai
Aliran ini memandang bahwa ilmu itu harus bersifat netral, bebas dari nilai-nilai ontologi dan aksiologi. Dalam hal ini, fungsi ilmuwan adalah menemukan pengetahuan selanjutnya terserah kepada orang lain untuk mempergunakan untuk tujuan baik atau buruk. Kelompok pertama ini ingin melanjutkan tradisi kenetralannya secara total seperti pada waktu Galileo. Menurut aliran ilmu bebas nilai atau value free pembatasan-pembatasan etis hanya kan membatasi eksplorasi pengembangan ilmu. Bebas nilai sebagaimana Situmorang menyatakan bahwa bebas nilai artinya tuntutan terhadap setiap kegiatan ilmiah agar di dasarkan pada hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri. Menurutnya ada tiga factor sebagai indikator bahwa pengetahuan itu bebas nilai, yaitu sebagai berikut:
Ø Ilmu harus bebas dari pengandaian, yakni bebas dari pengaruh eksternal seperti factor politis, idiologis, agama, budaya, dan unsure kemasyarakatan lainnya
Ø Perlunya kebebasan ilmiah agar otonomi ilmu pengetahuan terjamin. Kebebasan itu menyangkut kemungkinan yang tersedia dan penentuan diri
Ø Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering di tuding menghambat kemajuan ilmu, karean nilai etis itu sendiri bersifat universal
Dalam pandangan ilmu bebas nilai, eksplorasi alam tanpa batas bisa jadi di benarkan untuk kepentingan ilmu itu sendiri, seperti juga ekspresi seni yang menonjolkan pornoaksi dan pornografi adalah sesuatu yang wajar karena ekspresi tersebut semata-mata untuk seni.
b. Tidak Bebas Nilai
Berbeda dengan ilmu yang bebas nilai, ilmu yang tidak bebas nilai memandang bahwa ilmu itu selalu terkait denagn nilai dan harus di kembangkan dengan pertimbangan aspek nilai. Pengembangan ilmu jelas tidak mungkin bisa terlepas dari nilai-nilai, kepentingan-kepentingan, baik politis, ekonomis, sosial, religious, dsb.
Jurgen habermas berpendapat bahwa ilmu bahkan ilmu alam sekalipun tidaklah mungkin bebas nilai karena pengembangan setiap ilmu selalu ada kepentingan-kepentingan. Dia membedakan tiga ilmu dengan kepentingan masing-masing
Ø Ilmu-ilmu alam yang bekerja secara empiris dan analitis, ilmu ini menyelidiki gejala-gejala alam yang bekerja secar aempiris dan menyajikan hasil penyelidikan itu untuk kepentingan-kepentingan manusia.
Ø Pengetahuan yang mempunyai pola yang sangant berlainan sebab tidak menyelidiki sesuatu dan tidak menghasilkan sesuatu, melainkan memahami manusia sebagai sesamanya, memperlancar hubungan sosial.
Ø Teori kritis yang membongkar penindasan dan mendewasakan manusia pada otonomi dirinya sendiri.
Jelas sekali dalam pandangan habermas bahwa ilmu itu sendiri di kontruksi untuk kepentingan-kepentingan tertentu, yakni nilai relasional antara manusia denagn alam, manusia denagn manusia, dan nilai penghormatan terhadap manusia.
Problem ilmu bebas nilai atau tidak bebas nilai sebenarnya menunjukkan suatu hubungan antara ilmu dan etika. Dapat pendapat yang mengatakan bahwa ada tiga pandangan tentang hubungan ilmu dan etika.
Pendapat pertama, mengatakan bahwa ilmu merupakan suatu system yang saling berhubungan dan konsisten dari ungkapan-ungkapan yang sifat bermakna atau tidak maknanya dapat ditentukan. Ilmu dipandang semata-mata sebagai aktivitas ilmiah, logis, dan berbicara tentang fakta semata.
Pendapat kedua, menyatakan bahwa etika dapat berperan dalam tingkah laku ilmuwan, seperti pada bidang penyelidikan, putusan-putusan mengenai baik tidaknya penyingkapan hasil-hasil dan petunjuk mengenai penerapan ilmu, tetapi tidak dapat berpengaruh pada ilmu itu sendiri. Dengan kata lian memang ada tanggung jawab dalam diri ilmuwan, namun dalam struktur logis ilmu itu sendiri tidak ada petunjuk etis yang dipertanggung jawabkan.
Pendapat ketiga, menyatakan bahwa aktivitas ilmiah tidak dapat dilepaskan begitu saja dari aspek-aspek kemanusiaan, sebab tujuan utama iolmu adalah untuk kemaslahatan umat manusia.
Berlainan dengan etika ilmu lebih menekankan pentingnya obyektivitas kebenaran, bukan nilai. Yang terpenting dalam ilmu bukanlah nilai melainkan kebenaran. Namuan demikian dalam aspek penggunaan atau penerapan ilmu untuk kepentingan kehidupan manusia dan ekologi, etika memiliki peran yang sangant menentukan tidak hanya bagi pengembangan ilmu selanjutnya tetapi juga bagi keberlangsungan eksistensi manusia.
Etika dengan demikian lebih merupakan suatu dimensi pertanggung jawabab moral dari ilmu. Apabila diperhatikan dengan seksama. Sebenarnya berpihaknya ilmu pada etika bukan berarti menghambat laju pengembangan ilmu. Karena pertanggungjawaban etis dari ilmu lebih bermakna pada keberlangsungan eksistensi manusia. Jika hal ini terjadi ancaman eksistensi manusia dan kerusakan ekologi bisa mudah terjadi dan oleh karenanya pengembangan ilmu juga akan terganggu.
3. Problematika Etika dan Tanggungjawab Ilmu Pengetahuan
Kenyataan bahwa ilmu pengetahuan tidak boleh terpengaruh oleh nilai-nilai yang letaknya di luar ilmu pengetahuan , dapat diungkapkan juga dengan rumusan singkat bahwa ilmu pengetahuan itu seharusnya bebas . Namun demikian jelaslah kiranya bahwa kebebasan yang dituntut ilmu pengetahuan sekali-kali tidak sama dengan ketidakterikatan mutlak. Patutlah kita menyelidiki lebih lajut bagaimana kebebasan ini.
Bila kata “kebebasan” dipakai, yang dimaksudkan adalah dua hal: kemungkinan untuk memilih dan kemampuan atau hak subjek bersangkutan untuk memilih sendiri. Supaya terdapat kebebasan, harus ada penentuan sendiri dan bukan penentuan dari luar.
Etika memang tidak masuk dalam kawasan ilmu pengetahuan yang bersifat otonom, tetapi tidak dapat disangkal ia berperan dalam perbincangan ilmu pengetahuan.
Tanggungjawab etis, merupakan hal yang menyangkut kegiatan maupun penggunaan ilmu pengetahuan. Dalam kaitan hal ini terjadi keharusan untuk memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem, bertanggungjawab pada kepentingan umum, kepentingan pada generasi mendatang, dan bersifat universal . Karena pada dasarnya ilmu pengetahuan adalah untuk mengembangkan dan memperkokoh eksistensi manusia bukan untuk menghancurkan eksistensi manusia.
Tanggungjawab etis ini bukanlah berkehendak mencampuri atau bahkan “menghancurkan” otonomi ilmu pengetahuan, tetapi bahkan dapat sebagai umpan balik bagi pengembangan ilmu pengetahuan itu sendiri, yang sekaligus akan memperkokoh eksistensi manusia.
Pada prinsipnya ilmu pengetahuan tidak dapat dan tidak perlu di cegah perkembangannya, karena sudah jamaknya manusia ingin lebih baik, lebih nyaman, lebih lama dalam menikmati hidupnya. Apalagi kalau melihat kenyataan bahwa manusia sekarang hidup dalam kondisi sosio-tekhnik yang semakin kompleks. Khususnya ilmu pengetahuan – berbentuk tekhnologi – pada masa sekarang tidak lagi sekedar memenuhi kebutuhan manusia, tetapi sudah sampai ketaraf memenuhi keinginan manusia. Sehingga seolah-olah sekarang ini tekhnologilah yang menguasai manusia bukan sebaliknya
BAB III
PENUTUP
Berbicara etika sama artinya dengan berbicara tentang moral atau susila, mempelajari kaidah-kaidah yang membimbing kelakuan manusia sehingga baik dan lurus. Penilaian moral diukur dari sikap manusia sebagai pelakuknya, timbul pula perbedaan penafsiran. Dari makalah yang telah saya jelaskan tadi kita dapat mengetahui bahwa etika itu sangat penting bagi pengembangan ilmu.
Karena ilmu itu diciptakan kemaslahatan umat manusia, ketika pengembangan ilmu tidak dibarengi dengan etika maka bayangkanlah risiko bahwa ilmu akan terkutuk menjadi perkakas yang berbahaya, yang bergiat demi penghambaannya kepada jenderal-jenderal yang gila perang dan gembong-gembong kekaisaran industri yang rakus. Etika merupakan cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku atau perbuatan manusia dalam hubungannya dengan baik buruk.
Dengan belajar etika diharapkan kita dapat mengetahui dan memahami tingkah laku apa yang baik menurut suatu teori-teori tertentu, dan sikap yang baik sesuatu dengan kaidah etika.
SUMBER :
http://memorykuliah.blogspot.com/2009/12/makalah-filsafat-ilmu-etika-dalam-ilmu.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar